Penyakit
yang satu ini merupakan penyakit dalam yang kebanyakan orang menganggap remeh,
bahkan mengacuhkan. Seperti yang kita ketahui, penyakit dalam susah dideteksi,
penyembuhan yang lama, dan efek yang berkepanjangan. Saya mengepostkan tulisan ini
karena teringat teman saya yang telah didiagnosa dokter menderita penyakit ini
di salah satu rumah sakit di Medan. Langsung saja, agar kita lebih paham
mengenai penyakit ini, simak langsung tulisan ini.
Definisi
Suatu
infeksi akut pada paru – paru yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru
mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh
bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar
hidung / mulut).
Klasifikasi
♣
Berdasarkan atas anatomi :
1.
Pneumonia lobaris
2.
Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
3.
Pneumonia interstisialis (Bronchiolitis)
♣
Berdasarkan etiologi
1.
Bakteri
a.
Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh
penumokokus 1 – 8 (pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat
pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b.
Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti
morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti
pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
2.
Virus
Virus
respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
3.
Aspirasi
Makanan,
kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda asing.
4.
Pneumonia Hipostatik
Disebabkan
oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan
kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahatn di tempat tidur yang
lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya
komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh
karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang
seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya.
5.
Jamur
H.
Capsulatum. Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
6.
Sindrom Loeffler
Etiologi
oleh larva A. Lumbricoedes
Secara
klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan
tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian
etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
Pneumokokus
merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai
8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan
tipe 14, 1, 6 dan 9.
Angka
kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia
lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Patogenesis
Pneumococcus
masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses
radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu :
1. Stadium kongesti
Kapiler
melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan
lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin,
leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium
ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus masih
tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram
karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat
terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi
Eksudat
berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Secara patologi anatomis Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam
hal lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak
teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak
terlihat.
Gejala
Klinis
Bronkopneumonia
biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 400 C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang – kadang disertai muntah dan
diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin
terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula – mula kering kemudian menjadi
produktif.
Pada stadium
awal sukar dibuat diagnosis dengan beberapa pemeriksaan fisis, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung mulut, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada
bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung dari luas daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada auskultasi
terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
Pemeriksaan
Fisik
Pada stadium
awal sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tapi dengan adanya nafas
cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar mulut harus
dipikirkan kemungkinan penumonia.
Pada
bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung dari luas daerah terkena
pada perkusi ; toraks sering tidak ditemukan kelainan ; pada auskultasi
ditemukan nafas vesikuler melemah, juga terdapat ronkhi basah halus / sedang
dan nyaring. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin
pada perkusi terdengar redup dan suara pernafasan pada auskultasi
mengeras. Pada stadium resolusi ronkhi dapat terdengar lagi dan biasanya
tanpa pengobatan, penyembuhan dapat terjadi 2 – 3 minggu.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin
Leukositosis
biasanya 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. LED
meninggi.
2. Pemeriksaan Rontgen Toraks
- Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis dan OMA
-
Luas daerah paru yang terkena
-
Evaluasi pengobatan
Pada
bronkopneumonia bercak – bercak infiltrat ditemukan pada 1 atau beberapa lobus.
3.
Biakan Darah dan Usapan Tenggorok
Pengambilan
sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparat langsung. Biakan
danresistensi dapat menentukan atau mencari etiologi. Tapi cara ini tidak
rutin dilakukan karena sukar dilakukan. Pada fungsi misalnya dapat
terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar.
4. Astrup (analisa gas darah)
Diagnosis
Banding
Pneumonia
pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. Penyakit ini dapat dibedakan
dari Bronkiolitis pada klinis, di mana pada bronkopneumoni terdapat kenaikan
suhu yang mendadak, sedangkan pada bronkiolitis tidak ada kenaikan suhu yang
berarti atau subfebril. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama
makin hebat, pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan
suprasternal, anak gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan terdapat suara
perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi (“ wheezing
”). Ronkhi nyaring halus kadang – kadang terdengar pada akhir ekspirium
atau pada permulaan ekspirium. Pada keadaan yang berat sekali, suara
pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir
total. Foto rontgen toraks menunjukkan paru – paru dalam keadaan
hiperaerasi dan diameter antero – posterior membesar pada foto lateral.
Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak – bercak konsolidasi tersebar
disebabkan atelektasis atau radang. Pada laboratorium pada
bronkopneumonia, gambaran darah terdapat leukositosis sedangkan pada bronkiolitis
gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran
asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasopfaring menunjukkan
flora bakteri normal.
Keadaan yang
menyerupau pneumonia ialah :
- Bronkiolitis
- Gagal jantung
- Apsirasi benda asing
- Atelektasis
- Abses paru
- Tuberkulosis
Komplikasi
Dengan
antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat
dijumpai : Empiema, OMA, lompliasi lain ialah seperti Meningitis, Perikarditis,
Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
Pengobatan
dan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
berupa tirah baring (bed rest). Sebaiknya pengobatan diberikan
berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung tidak selalu dapat
dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan
polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000/kgbb/hari dan ditambah dengan
Chloramphenikol 50 – 75 mg/kgbb/hari atau dapat diberikan antibiotika spektrum
luas Ampisilin dosis 50 – 100 mg/kgbb/hari tiap 6 jam. Pengobatan
diteruskan sampai anak bebas panas selama 4 – 5 hari. Anak yang sangat
sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis
cairan yang digunakan ialah campuran glukosa 5 % dan NaCl 0,9 % dalam
perbandingan 3 : 1, ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus
Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis
metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan
perhitungan kekurangan basa sebanyak – 5 Meq. Antipiretik diberikan bila
ada panas.
Prognosis
Dengan
penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.